INDEF Nilai 6 Menteri Ekonomi Jokowi ini Laik Diganti di Periode II


Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu merombak jajaran kabinet apabila kembali memimpin Indonesia dalam 5 lima tahun ke depan. Setidaknya ada 6 menteri bidang ekonomi yang harus dikaji kembali.
Pertama adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Enggar perlu diganti karena kebijakan impor yang longgar dan tidak berdasar data valid akhirnya menimbulkan ketidakjelasan ke kinerja impor.
"Kinerja neraca dagang yang buruk juga jadi bukti ketidakmampuan pemerintah meningkatkan sisi ekspor. Perlu menteri yang profesional bukan titipan partai untuk kembalikan kinerja net ekspor. Lebih baik menteri yang tersangkut kasus KPK di berhentikan dulu agar bisa fokus selesaikan masalah. Jangan jadi beban presiden," ujarnya kepada merdeka.com, Jakarta, Senin (27/5).
Kedua, Menteri BUMN Rini Soemarno yang dinilai menjadi biang keladi naiknya utang BUMN, penugasan-penugasan BUMN karya yang tidak proporsional juga beresiko dalam jangka panjang.
"Beberapa petinggi BUMN masuk kasus KPK, laporan keuangan Garuda bermasalah dan missmanajemen dalam holding membuat kinerja anak usaha terdampak," tegas Bhima.
Selanjutnya adalah Kepala BKPM yang dijabat oleh Thomas Lembong yang dirasa gagal mendorong pertumbuhan realisasi investasi. Triwulan-I 2019 FDI atau investasi langsung ke Indonesia hampir minus 1 persen. "Sengkarut OSS dengan PTSP jadi biang keladi. Saya pikir Pak Tom kurang pas di BKPM," jelasnya.
Menteri ekonomi lain yang harus dicopot adalah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Menperin dinilai belum mampu mencegah laju deindustrialisasi. Porsi industri alami pelemahan dengan growth 3,86 persen dan share di bawah 21 persen terhadap PDB.
"Saya pikir Menperin sama dengan Mendag sebaiknya berasal dari profesional sehingga kerjanya fokus," jelasnya.
Selain keempat sosok tersebut, Bhima menilai, posisi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution juga harus dirombak. Darmin laik untuk diganti dengan sosok yang lebih energik dan tegas.
"Saya respek dengan Pak Darmin karena track record yang begitu panjang di dunia kebijakan ekonomi. Tapi perlu diakui 16 paket kebijakan butuh akselerasi implementasi karena gagal menstimulus perekonomian. Sosok Menko dirasa belum tegas. Ribut-ribut data pangan kemarin antara kementerian teknis juga menunjukkan lemahnya ketegasan Menko," katanya.
Terakhir, Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang selama ini banyak berdebat dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait pangan juga perlu diganti. Sebab, kinerja sektor pertanian hanya stagnan di angka 1,81 persen pada triwulan-I 2019.
"Disisi lain NTP yang jadi indikator daya beli petani selama 4 tahun stagnan di 101 sampai 102. Kesejahteraan petani tidak alami perbaikan signifikan di era Jokowi saat ini. Dilihat dari komoditas perkebunan juga gagal untuk mendorong produktivitas dan daya saing," tandasnya.
Share:

Selama Ada Gejolak Dunia, BI Pesimistis Pertumbuhan Ekonomi Bisa 6 Persen


 Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, mengungkapkan akan sulit bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pada angka 6 persen. Ini disebabkan kondisi ekonomi global yang terus-terusan bergejolak.
Dia meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat jauh lebih baik dari saat ini jika kondisi eksternal kondusif dan tidak memberi banyak tekanan. Padahal, faktor pendorong perekonomian Indonesia mengalami banyak peningkatan.
"Pertumbuhan ekonomi kita selalu terkendala. Seandainya meningkat, diikuti juga dengan peningkatan tekanan," kata dia, dalam sebuah acara diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9).
Tekanan dari eksternal tersebut berdampak langsung pada kondisi nilai tukar Rupiah. Yang selanjutnya mempengaruhi pada neraca perdagangan ekspor impor. Impor seperti diketahui selalu beriringan naik dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
Impor yang meningkat akan menggerus ketersediaan Dolar di dalam negeri. Hal itu otomatis membuat nilai tukar Rupiah menjadi anjlok.
"Belum lagi karena tekanan kenaikan harga inflasi. Ada kendala dari sisi pertumbuhan ekonomi untuk bisa meningkatkan potensialnya dari saat ini. Ini mengapa pertumbuhan 5,1-5,2 persen (padahal) keinginan kita selalu mencapai 6 persen," ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengungkapkan BI selalu berusaha memberikan stimulus-stimulus ekonomi agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat tanpa ada gangguan stabilitas. Salah satunya dengan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate.
"Sepanjang stabilitas kita jaga, di tengah tekanan eksternal global yang terus berlangsung. Kita melihat room penurunan suku bunga terbuka, kita sudah turunkan 2 kali sebesar 50 bps jadi 5,5 persen 2 bulan terakhir. Harapannya ini disambut oleh pelaku ekonomi untuk kembali meningkatkan kegiatan usahanya demi pertumbuhan ekonomi," tutupnya.
Share:

62 Pelaku Ekonomi Kreatif Dapat Modal Rp100 Juta dari Bekraf


 Sebanyak 62 pelaku ekonomi kreatif (ekraf) mendapatkan dana Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Dengan dana tersebut, para pelaku ekonomi dapat mengembangkan usaha milik mereka.
Namun, pemerintah tidak langsung lepas tangan begitu saja setelah memberi bantuan dana. Para pelaku usaha diwajibkan menyetorkan laporan keuangan sesuai dengan perjanjian yang berlaku.
"Harus ada pertanggungjawabannya. Kalau digunakan untuk biaya produksi, di laporan keuangan juga begitu, dilampirkan bukti dokumentasi. Kalau tidak, bisa dikatakan fraud," ujar Dicky Djatnika Usman, Inspektur Bekraf kepada Liputan6.com, Selasa (10/9).
Hingga saat ini, UMKM maupun start-up yang sudah mendapat pendanaan dari Bekraf masih rutin mengirimkan laporan keuangan. Jika ada yang melanggar, sanksinya bisa pemberhentian usaha atau tarik dana kembali.
Pun, jika terdapat perubahan perihal alokasi dana, pelaku usaha harus menginformasikannya terlebih dahulu kepada Bekraf.
"Kalau rancangannya untuk beli mesin, ya, harus beli mesin. Kalau untuk yang lain nanti dianggapnya fraud. Kalau ada yang berubah bisa adendum," imbuh Dicky.
Sementara, Kasubdit Dana Masyarakat Bekraf, Hanifah menyatakan dana yang didapat masing-masing pelaku ekonomi untuk tahun ini maksimal Rp100 juta.
"Memang awalnya Rp200 juta, tapi seiring bertambahnya ekraf yang menerima BIP, untuk tahun ini kami patok maksimal Rp100 juta. Paling kecil dapat sekitar Rp40 juta dan paling besar sekitar Rp90 juta," ujar Hanifah.
Reporter: Athika Rahma
Share:

Genjot Ekonomi Digital, Darmin Ungkap Peran Kunci Pemerintah Hingga Otoritas Moneter


Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan peran pemerintah, otoritas moneter, dan otoritas sektor keuangan kian penting dalam menghadapi dinamika pengembangan ekonomi digital. Tak hanya sebagai regulator, ketiganya diharapkan mampu menjadi fasilitator dan akselerator.
"Dalam menavigasi ekonomi digital, kita harus menciptakan ekosistem yang baik untuk memperoleh manfaat optimal dan memitigasi risiko disrupsi," ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XX dan Seminar Nasional, di Bali, Rabu (28/8).
Untuk dapat menjadi regulator sekaligus fasilitator dan akselerator, lanjut Menko Darmin, kebijakan masing-masing otoritas dan pemerintah perlu diarahkan untuk beberapa hal.
Pertama, menjaga arena kompetisi atau level playing field yang sama bagi pelaku ekonomi digital. Kompetisi perlu dipastikan berjalan adil (fair) tanpa membatasi inovasi dan menghindarkan market abuses.
Kedua, penegakan peraturan (enforcement) dan akuntabilitas juga hal penting yang perlu dilaksanakan. "Digital surveillance harus jelas, disertai fair dan penalties yang memberikan efek jera terhadap pelanggar termasuk penyalahgunaan data pribadi," tuturnya.
Ketiga, agar menjadi driver pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, pemerintah juga telah membangun proyek infrastruktur telekomunikasi. Proyek tersebut berupa pembangunan serat optik di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer yang dinamakan Palapa Ring.
Keempat, membuat kebijakan dalam rangka mendukung link and match SDM ekonomi digital dengan industri serta penyelesaian PHK akibat disrupsi ekonomi digital.
"Pemerintah telah menetapkan strategi perbaikan dan pelatihan vokasi antara lain reformasi kelembagaan, pengembangan standar kompetensi, pembakuan mekanisme pemagangan dan pendanaan," kata Menko Darmin.
Kelima, penyiapan skema aturan untuk mengontrol praktik perdagangan lintas batas yang tidak sehat. Misalnya, pemerintah perlu memiliki filter dan mekanisme yang jelas untuk mengawasi dan memastikan produk impor melalui e-commerce.
Keenam, transformasi ekonomi yang dirancang untuk mengubah tatanan ekonomi subsisten menjadi terorganisasi berbasis nilai tambah dan daya saing.
Menko Darmin juga menjelaskan gambaran perkembangan ekonomi digital di Indonesia dan dunia. Ekonomi digital global terus berkembang pesat, hingga 2016 memiliki kontribusi sebesar 22 persen terhadap ekonomi global. "Hampir semua sektor ekonomi telah tersentuh oleh ekonomi digital," imbuhnya.
Di Asia Tenggara, kontribusi ekonomi internet terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Angkanya yaitu 2,8 persen terhadap PDB pada tahun 2018 dan diproyeksikan menjadi 8 persen terhadap PDB di 2025.
Ekonomi digital di Indonesia juga berkembang pesat sejalan dengan indikator pengguna smartphone dan penggunan internet. Pada 2018, pengguna smartphone di Indonesia sudah mencapai 133 persen dari populasi dan pengguna internet sudah mencapai 56 persen dari populasi.
Menko Darmin berharap potensi ekonomi digital yang sangat besar tersebut dimanfaatkan dengan baik. "Kita sudah melihat perkembangan ekonomi digital, maka perumusan tentang navigasi era digital menjadi modal sangat penting untuk mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan," pungkas Menko Darmin.
Share:

4 Dampak Hasil Rekapitulasi Pemilu 2019 ke Ekonomi RI


 Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 sehari sebelum rencana semula yakni 22 Mei 2019, baik pemilihan presiden maupun legislatif. Berbagai kalangan pun telah merespon hasil rekapitulasi ini.
Dari sisi perekonomian, berbagai kalangan merespon positif atas hasil rekapitulasi di mana pasangan nomor urut satu Joko Widodo dan Ma'ruf Amin unggul 55,50 persen dari total suara sah nasional dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Berikut 4 dampak hasil rekapitulasi Pemilu 2019 terhadap perekonomian RI.
IHSG Menguat
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi, optimistis hasil akhir perhitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdampak positif bagi indeks harga saham gabungan (IHSG).
Menurutnya, meski belakangan IHSG sempet terkoreksi cukup dalam, investor asing kini sudah kembali masuk ke pasar domestik. Pihaknya optimistis hal ini dapat mengkerek IHSG untuk kembali ke zona hijau.
"Insha Allah positif ya, kita harapkan bisa kembali semula. Bisa kita lihat dalam 2 hari ini sudah mulai rebound meskipun kemarin-kemarin memang penurunannya agak terlalu dalam," ujarnya.
IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (21/5) menguat merespon hasil rekapitulasi. IHSG dibuka menguat 18,3 poin atau 0,31 persen ke posisi 5.925,42, sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 4,8 poin atau 0,52 persen menjadi 921,99.

Lebih Banyak Perusahaan IPO

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi berharap hasil akhir perhitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat berjalan tenang dan membawa sentimen positif untuk pasar saham. Dia pun optimistis, pasca hasil Pemilu ini, semakin banyak perusahaan yang melantai di bursa saham.
"IPO pasca Pemilu optimistislah. Makanya berdoa sama-sama, perbedaan itu biasa ya kan," kata dia.
meski ada ketidakpuasan dan perbedaan pandangan terkait hasil pemilu 2019 oleh KPU, hal itu merupakan proses yang wajar ketika menjalankan proses demokrasi di suatu negara. "Ada ketidakpuasan, biasa. Tapi kan ada saluran resmi (KPU) begitu ya. Jadi kalau sekiranya semuanya berjalan lancar maka oke-oke saja," ujarnya.

Beri Kepastian ke Pelaku Usaha

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Perdagangan Benny Soetrisno hasil rekapitulasi Pemilu 2019 diyakini akan memberikan kepastian usaha bagi pelaku bisnis di Indonesia.
Saat ini dunia usaha tinggal menunggu pembentukan unsur-unsur dalam pemerintahan yang baru, seperti kabinet beserta para Menteri maupun pejabat negara. "Sudah lega sudah ada yang terpilih. Tinggal tunggu formasi Kabinet dan person in charge-nya," kata Benny.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman mengatakan, jika Jokowi kembali menjadi presiden, maka dia tinggal melanjutkan lagi program-program yang sudah dijalankan selama ini. Dunia usaha pun sudah mengetahui program-program prioritas petahana, sehingga tidak sulit untuk menjalankannya.

Investasi Meningkat

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Muhammad Faisal mengatakan, pelaku usaha akan lebih yakin dalam mengambil keputusan, baik untuk berinvestasi maupun melakukan ekspansi bisnis setelah mengetahui pemenang kontestasi lima tahunan tersebut.
"Keputusan untuk berinvestasi, untuk ekspansi itu sudah menjadi jelas. Nah ini semestinya kepastian ini yang memberikan keyakinan kepada pelaku usaha untuk kembali menjalankan usaha seperti tahun-tahun sebelumnya," kata Faisal.
Dia mengatakan investasi yang pada tahun pemilu sempat tertekan pun akan kembali rebound. Dia memprediksi investasi akan menunjukkan peningkatan di tahun 2020.
"Kalau kita melihat secara historis setelah tahun Pemilu ini memang umumnya selalu rebound. Saat tahun pemilu di tahun 2014, 2009, itu biasanya investasi, penanaman modal tetap bruto itu memang pertumbuhannya tertekan, melambat, tapi setelah itu biasa kembali lagi meningkat," jelas dia.
Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa pertumbuhan investasi di Indonesia tidak akan terlalu tinggi. Sebab saat ini kondisi perekonomian global tengah melambat.
Share:

Dorong Pertumbuhan Ekonomi di 2020, BI Buka Peluang Turunkan Suku Bunga


Pemerintah telah menetapkan asumsi makro pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 berada dikisaran 5,3 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,2 persen.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mengatakan ada beberapa langkah yang dilakukan pihaknya dalam mendorong target pertumbuhan ekonomi di 2020. Salah satunya, dengan menjalankan kebijakan moneter yang akomodatif dengan bauran kebijakan optimal.
"Jadi tidak cuma kebijakan moneter tapi juga ke makroprudensialnya," jelas dia saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/8).
Destry mengatakan, kebijakan lain guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yakni dengan cara memperdalam pasar keuangan. Tak hanya itu, pihaknya juga akan meningkatkan sistem pembayaran dalam negeri.
"Dan satunya lagi juga memang tentunya untuk ekonomi syariah bisa kita dorong ke depannya," kata dia.
Di samping itu, dalam mempercepat pertumbuhan, kebijakan yang dilakukan BI tidak hanya ditempuh dari faktor domestik saja, melainkan mendorong dari faktor global. Oleh karenanya, pihaknya ke depan masih membuka ruang dalam melonggarkan suku bunga acuan.
"Jadi ini tentunya akan kasih ruang pelonggaranlah, instrumen kita punya banyak tidak hanya suku bunga makanya kami selalu tekankan bahwa bauran kebijakan adalah strategi BI dalam rangka jaga stabilitas Rupiah dan juga dukung pertumbuhan ekonomi nasional," tandas dia.
Share:

Bank Mandiri Paparkan Dampak Buruk Perang Dagang ke Ekonomi RI


PT Bank Mandiri Tbk memandang perkembangan ekonomi dunia terakhir ini kurang supportif terhadap perkembangan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2019 kemungkinan akan lebih rendah dibandingkan tahun 2018 lalu.
Direktur Keuangan Bank Mandiri, Panji Irawan mengungkapkan, lembaga-lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 akan lebih rendah dibandingkan tahun 2018.
"IMF, misalnya, memperkirakan pertumbuhan tahun 2019 sebesar 3,2 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 3,6 persen," kata Panji di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (9/9).
Selain itu, prospek ekonomi global ke depan terus dibayang-bayangi ketidakpastian akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang terus berlanjut. Menurutnya, perang dagang antar dua raksasa ekonomi dunia tersebut akan berdampak negatif terhadap ekonomi global karena akan menurunkan volume perdagangan dunia, yang pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan ekonomi dunia.
"Bagi Indonesia, perang dagang Antara Amerika Serikat dan China telah berdampak negatif terhadap penurunan kinerja ekspor melalui penurunan harga-harga komoditas," ujarnya.
Berdasarkan data yang dia paparkan, harga minyak Kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) belakangan ini terus tertekan ke tingkat harga sekitar 500 dolar AS (USD) per ton, padahal harga rata-rata tahun 2017 sebesar USD 648 per ton dan tahun 2018 turun lagi menjadi USD 556 per ton.
Hal yang sama juga terjadi pada harga batubara, yang terus menurun akhir-akhir ini ketingkat harga USD 65 per ton. Padahal harga rata-rata tahun 2017 diatas USD 100 per ton dan tahun 2018 sebesar USD 88,3 per ton.
"Namun demikian, meskipun tantangan ekonomi global semakin besar, kami memandang bahwa stabilitas ekonomi nasional masih terjaga, dengan pertumbuhan yang relative masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara emerging markets lainnya," tegasnya.
Seperti diketahui, pada kuartal II tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,05 persen, sementara pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun 2019 sebesar 5,07 persen.
Share:

Jadi Negara Kelas Menengah Atas, Pertumbuhan ekonomi RI Harus Capai 7 Persen


Pemerintah menargetkan Indonesia pada tahun 2020 akan naik kelas dari negara berpendapatan kelas menengah menjadi negara berpendapatan kelas menengah tinggi. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, Indonesia harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara rata-rata diatas 7-8 persen bila ingin menjadi negara yang memiliki pendapatan tinggi.
"Terkait target yang reachable, upaya-upaya yang disampaikan Sri Mulyani juga harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 7-8 persen," imbuh dia kepada Liputan6.com, Minggu (16/6)
Dia pun menegaskan, itu merupakan syarat minimal agar Indonesia bisa jadi sebuah negara maju dengan pendapatan per kapita diatas USD 12 ribu.
Sebagai catatan, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2018 lalu mengalami kenaikan menjadi USD 3.927. Sementara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan mencapai 5,3 persen.
Namun begitu, Bhima menyoroti pencapaian tersebut belum akan mampu mengangkat Indonesia keluar dari middle income trap. "Kalau hanya 5 persen sampai 2030 enggak akan lepas dari kelas menengah," tegasnya.
Secara prediksi, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap akan bertahan di angka 5 persen hingga 2030. Dengan begitu, Indonesia baru bisa naik tingkat menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2042.
"Stagnan di 5 persen. Kalau asumsi 5 persen, baru 2042 Indonesia bisa jadi negara maju," tandas Bhima.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu Indonesia lakukan guna mencapai target menjadi negara berpendapatan kelas menengah tinggi. Salah satunya ialah menyerap perkembangan teknologi.
"Tantangan Indonesia untuk keluar dari middle income trap adala bagaimana kita mampu tingkatkan produktifitas serta absorp teknologi dan mengkonversikanya. Ini akan jadi faktor pendorong bagi tingkat investasi yang tinggi dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi harus dijaga rata-rata mendekati 6 persen pada periode 2020-2030," tuturnya.
Untuk tahun 2020 sendiri, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun di kisaran 5,3-5,6 persen dan inflasi 2,0- 4,0 persen. Kemudian tingkat bunga SPN 3 bulan 5,0-5,6 persen serta nilai tukar rupiah diproyeksi Rp 14.000-Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Share:

Perlu Terobosan Baru Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di 2020


Pemerintah telah menetapkan asumsi makro yang tercatat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, di mana salah satunya pertumbuhan ekonomi berada di 5,3 persen dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya. Angka ini lebih tinggi dibanding target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,2 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 5,3 persen sangat memungkinkan bisa terealisasi di 2020 mendatang. Hanya saja pemerintah perlu membuat terobosan kebijakan yang bisa memacu domestik demand.
"Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sangat mungkin direalisasikan. Bahkan kita masih bisa mengejar pertumbuhan di atas itu," katanya saat dihubungi merdeka.com, Selasa (20/8).
Untuk mencapai realisasi pertumbuhan tersebut, pemerintah perlu menjaga konsumsi dalam negeri agar tumbuh tinggi diiringi dengan lompatan investasi. Tak hanya itu, pemerintah juga diminta melakukan ekspansi fiskal serta mendorong Bank Indonesia (BI) mampu mengimbangi dengan ekspansi moneter.
Piter mengatakan, ekspansi fiskal dilakukan dengan meningkatkan belanja bersama-sama dan pelonggaran pajak. Di sisi lain, BI bisa mengimbangi dengan kebijakan moneter yang lebih longgar dalam bentuk penurunan suku bunga acuan serta operasi moneter yang lebih ekspansif.
Piter menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sesungguhnya tidak terlalu bergantung kepada kondisi perekonomian global. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional lebih banyak disumbang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Oleh karenanya, untuk memacu pertumbuhan tersebut, dua komponen ini perlu didorong.
"Kita bukan negara ekspor yang pertumbuhan ekonominya sangat bergantung kepada kegiatan ekspor. Artinya lebih banyak ditentukan oleh kondisi domestik," kata dia.
Jika berkaca pada lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia terjebak di kisaran 5 persen lantaran konsumsi dan investasi tidak berjalan optimal atau stagnan. Di mana, konsumsi hanya tumbuh dikisaran 5 persen, demikian juga pertumbuhan investasi yang tidak pernah tumbuh dua digit. "Akibatnya pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa beranjak dari angka lima persen," pungkasnya.
Share:

Kisah Perjuangan BJ Habibie Atasi Pengangguran Usai RI Dihantam Krisis Ekonomi 98


BJ Habibie telah menghembuskan napas terakhirnya pada 11 September 2019. Selain dikenal sebagai orang paling cerdas diantara ahli penerbangan, hingga diberikan julukan Mr.Crack, beliau juga pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ketiga.
Semasa hidupnya telah banyak berjasa bagi perekonomian Indonesia. Di masa jabatannya sebagai presiden, saat era reformasi, krisis ekonomi yang terjadi berdampak serius terhadap dunia ketenagakerjaan Indonesia dan mengakibatkan angka pengangguran cukup tinggi, hingga membuat anak-anak putus sekolah karena orang tuanya kehilangan pekerjaan.
Dikutip dari buku berjudul 'Reformasi: Visi dan Kinerja BJ Habibie', dalam mengatasi tingginya angka pengangguran di Indonesia, dia fokus menciptakan lapangan kerja baru, membangun berbagai sentra industri kecil dan menengah terutama sektor agro industri dan membangkitkan lembaga ekonomi produktif untuk menyerap banyak tenaga kerja agar perekonomian kembali stabil.
Dalam memulihkan perekonomian nasional, B.J Habibie mengikutsertakan setiap unsur masyarakat dalam perolehan ekonomi, baik di tahap rehabilitasi , pengendalian program-program, dan mendatangkan investasi luar negeri.
Pada saat itu pandangan B.J Habibie terhadap pengiriman TKI/TKW ke luar negeri cukup realistis. Tidak mungkin pengiriman pekerja ini dilarang (untuk bidang pekerjaan tertentu), tetapi harus diteruskan guna membuka lapangan kerja baru dengan mengusahakan agar tenaga kerja terampil dan terdidik lebih banyak mendapat kesempatan kerja di luar negeri.
Untuk penerapan hal tersebut, dia membentuk Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI) yang bertugas untuk mengkoordinasikan usaha-usaha antar unit organisasi baik pemerintahan maupun swasta. Sehingga tenaga kerja Indonesia dapat dioptimalkan untuk mengisi lapangan kerja di luar negeri.
Badan ini dibentuk BJ Habibie untuk membuka peluang baru, peluang kerja baru, sehingga pasar kerja di luar negeri harus digali sebesar-besarnya untuk dimanfaatkan segenap rakyat Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, BKPTKI memiliki fungsi perluasan, pemasaran, peningkatan kualitas, perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Reporter Magang: Evie Haena Rofiah 
Share:

Jadi Dirut Baru, Sunarso Bakal Bawa BRI Go Digital

Direktur Utama BRI Sunarso

Sunarso resmi menjabat sebagai Direktur Utama di PT Bank rakyat Indonesia Tbk (BRI) mulai Senin. Fokus dia ke depan akan membawa bank pelat merah tersebut menjadi lebih digitalisasi.
Sunarso menjelaskan, BRI sejak lahir sudah memiliki DNA sebagai bank yang diperuntukan menyasar hingga segmen rakyat di pelosok.

Dengan tanpa menghilangkan ciri khas tersebut, dia menegaskan akan membawa BRI lebih digital agar mampu menyasar ke segmen yang lebih kecil lagi.

"Komitmen tim saya kira tetap konsisten kita akan dominan di UMKM. Saya ulangi, komitmen kami BRI akan tetap dominan di UMKM dengan misi bahwa BRI ini harus bisa melayani rakyat sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin," kata dia, sesaat usai diresmikan sebagai Dirut, di Gedung BRI 1, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Dengan digitalisasi, dia menegaskan segala aktivitas perbankan khususnya di BRI akan menjadi lebih cepat dan efisien. Bahkan dia membuat semboyan "Go Smaller Go Shorter" yang berarti menyasar segmen lebih kecil namun dengan proses lebih cepat berkat digitalisasi.

"Digitalisasi ini akan mengarah pada 2 hal, pertama mendigitalkan bisnis proses untuk memperoleh efisiensi kedua digitalisasi harus menemukan new bisnis model untuk mengcreate new bisnis baru," ujarnya.

Digitalisasi sendiri, lanjutnya, butuh budaya atau culture terntu sehingga dipastikan harus ada transformasi dalam perusahaan.

"Sudah pastilah kita harus transformasi perusahaan ini di dua area, digital dan cultural. Sasarannya, kita akan lebih fokus pada mikro lebih tepatnya itu akan lebih mikro lagi go smaller go shorter, harus mengarah ceruk pasar lebih kecil. Go smaller go shorter untuk BRI ke depan," tutupnya.

Sunarso Diangkat Jadi Dirut BRI


PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) hari ini menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Rapat tersebut memutuskan adanya pengangkatan Direktur Utama (Dirut) yaitu Sunarso.

Sunarso sebelumnya menjabat sebagai Wakil Dirut. Dia naik ke posisi Dirut menggantikan Suprajarto yang digeser menjadi Dirut BTN. 

Sementara itu, posisi Wadirut yang ditinggalkan Sunarso kini diisi oleh Catur Budi Harto.

"Direktur utama Sunarso, wakil direktur utama Catur Budi Harto," kata Sunarso dalam acara konpers usai RUPLSB, di Gedung BRI 1, Jakarta, Senin (2/9).

Selain itu, perombakan juga terjadi pada jajaran direksi. Ada 4 orang direksi BRI yang posisinya diganti oleh orang lain. Ada beberapa orang yang dicopot dan diganti.

"RUPSLB juga memutuskan perubahan anggota dewan komisaris dan direksi," ujarnya.

Dengan demikian struktur direksi dan dewan komisaris BRI saat ini adalah sebagai berikut :
1. Direktur Utama: Sunarso

2. Wakil Direktur Utama: Catur Budi Harto *dari BNI*

3. Direktur Ritel dan Menengah: Priyastomo

4. Direktur Bisnis Mikro (berubah dari Direktur Mikro dan Kecil): Supari

5.Direktur Konsumer : Handayani

6. Direktur Jaringan dan Layanan: Ahmad Solichin Lutfiyanto

7. Direktur Keuangan : Haru Koesmahargyo

8. Direktur Digital, TI & operasi (berubah dari

9. Direktur Teknologi Informasi dan Operasi): Indra Utoyo

9. Direktur Hubungan Kelembagaan & BUMN : Agus Noorsanto

10. Direktur Human Capital: Herdi Rosadi Harman *dari Telkom*

11. Direktur Manajemen Risiko: Agus Sudiarto

12. Direktur Kepatuhan: Azzizatun Azimah.


Share:

Recent Posts